Kamis, 06 Februari 2014

Pemanfaatan Teknologi Bambu Di Pemukiman Desa Adat Penglipuran Bali



Semesta Arsitektur Nusantara 2
Arsitektur Nusantara Berkelanjutan


Pemanfaatan Teknologi Bambu Di Pemukiman Desa Adat
Penglipuran Bali

Hartati Kapita1 & Yohanes Wilhemus Kapilawi2
1&2Mahasiswa Magister Pascasarjana Arsitektur Lingkungan binaan,Universitas Brawijaya Malang
Email

Abstrak.
Sumber daya bambu di Indonesia cukup petensial. di desa adat penglipuran kecamatan kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman tradisional terpadu dan mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih tetap terjaga sampai saat ini. Konsep pemukiman adat penglipuran tidak memiliki perbedaan status sosial dan mereka adalah satu dalam kebersamaan. Hal ini dapat terlihat dari rumah Penglipuran yang rata-rata menggunakan bambu sebagai material bangunannya.penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan study literature. Pemanfaatan teknologi rumah bambu ini memberikan dampak yang sangat positif terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian budaya oleh masyarakat adat setempat. Bambu sebagai bahan dasar atau material yang dapat memberikan alternatif untuk membangun rumah masyarakat adat di Penglipuran ini juga mengkombinasi antara bambu bulat dan anyaman sehingga nilai estetikapun terlihat menyatu dengan alam,penggunaan bahan bambu ini dilihat dari paon,sekenem,angkul- angkul dan balai banjar. menunjukkan keseimbangan alam dan mampu menarik para wisatawan dari berbagai Negara.
Kata Kunci : Pemukiman, Bambu, Material Bangunan, Pelestarian

PENDAHULUAN
 Sumber daya bambu di indonesia cukup potensial  da yang cukup melimpah perlu ditingkatkan pemanfaatannya agar dapat memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemanfaatan bambu di Indonesia saat ini pada umumnya untuk mebel, barang kerajinan, supit dan konstruksi ringan. Bambu yang digunakan untuk mebel biasanya berbentuk bulat atau kombinasi antara bambu bulat dan anyaman.
Bambu merupakan tanaman yang mudah ditemukan di wilayah Indonesia. Pertumbuhan tanaman bambu di Indonesia dapat tumbuh pada dataran rendah sampai pada pada wilayah pegunungan dan pada umumnya berada di tempat-tempat daerah terbuka tanah kering (Krisdianto, et al., 2000).
Sutiyono dalam Artiningsi (2012) Indonesia memiliki kurang lebih 75 jenis bambu tetapi hanya sekitar 10 jenis saja yang mempuyai nilai atau manfaat ekonomis . Beberapa jenis bambu yang umum di gunakan di indonesia untuk konstruksi dan bahan bangunan adalah bambu wulung,bambu legi,bambu petung,bambu ampel
Bambu yang ada di desa penglipuran sebanyak 45 ha terdiri dari bermacam- macam jaenis bambu yang ada di desa penglipuran seperti bambu petung, jajang, dan bambu tali yang di manfaatkan sebagai bahan bangunan. Untuk mengatur pengelolaan bambu ditelah dia atur dalam awig- awig bahwa siapa saja yang akan menebang bambu harus ada ijin dari kelian adat
Warga adat di desa penglipuran menjadikan bambu sebagai penghasilan warga dengan cara menjual bambu dan di anyam menjadi bahan kerajianan. Apabila ada upacara keagamaan seperti galungan dan lain-lain warga di luar penglipuran masih mendatangkan bambu dari daerah lain sedangkan warga yang ada di desa penglipuran sudah tersedia. (Kompas, 2009). Pertumbuhan teknologi saat ini telah menuntut hampir semua orang untuk hidup serba instan sehingga pola pikir orang pun juga serba instan dalam hal ini dapat lihat pada teknologi material dan bahan bangunan maupun konstruksi yang dipakai saat ini, salah satu teknologi yang sering di abaikan orang adalah teknologi bambu.
Bambu tetap bisa di manfaatkan oleh masyarakat penglipuran sebagai alternatif bahan bangunan yang berkelanjutan maka perlu jaga kelestariannya, karena bambu merupakan suatu tanaman yang mempunyai banyak fungsi salah satunya adalah sebagai bahan material bangunan karena kelenturannya dan mudah dimanfaatkan.

Kasuma 2012 membagi karakteristik ruang tradisional desa adat penglipuran menjadi 3 ruang yaitu
a.        Ruang utama merupakan ruang yang paling di sucikan terletak di bagian utara pada dataran tinggi dan di peruntukan sebagai fasilitas peribadatan yaitu pura serta kawasan konserfasi hutan bambu
b.       Ruang madya tingkat kecuciannya sedang dan terletak di tengah, kategori dari ruangan ini terbagi dua yaitu sebgai madya pekarangan dengan peruntukan lahan perumahan, peribadatan, fasilitas umum dan social sebagai ruang pemukiman. Ruang madya tegalan di peruntukan sebagai kebun yang berfungi sebagai aktifitas perekonomian warga
c.        Ruang nista sebagai ruang yang memiliki tingkat kecusiannya paling rendah terletak di bagian selatan  bawah desa ruag nista di bagi menjadi yaitu Ruang nista sacral dengan penggunaan lahan pura dan kuburan mempunyai fungsi sebagai kawasan penghubung manusia dengan alam tidak suci. Sedangkan ruang nista sacral peruntukan lahan sebagai kebun dan tegalan berfungsi sebagai aktifitas pereknomian warga

METODE PENELITIAN
Peneletian ini menggunakan motede deskriptif kualitatif, di mana di lakukan observasi lapangan,wawancaran, dan studi literature. Digunakan metode tersebut bertujuan untuk memperoleh data pemanfaatan material dan aplikasi bambu pada berbagai jenis bangunan yang ada di desa adat penglipuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.       Karakteristik Dan Gambaran Umum Desa Adat Penglipuran
Penduduk penglipuran awalnya berasal dari desa Buyung gede. Arti kata dari penglipuran adalah kata adalah pertama “Pengeliang dan kata Pura”. Kedua “kata Pelipur dan Lara “ adalah tempat untuk menghibur raja yang sedang bersedih ketika menghadapi masalah. Ketiga “pangling dan pura” yang berarti orang yang datang kedesa ini akan melewati empat buah pura
Letak desa Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa panglipuran berada pada ketinggian 500-625 m di atas permukaan laut. Permukaan tanah relatif berkontur, jenis tanahnya merah kekuning- kuningan.
Luas Desa Tradisional Penglipuran 112 ha, terdiri dari pekarangan 5,5 ha, hutan bambu 45 ha, hutan vegetasi lainnya 10 ha dan lahan pertanian 21,5 dengan batas- batas wilayah sebagai berikut. Utara: Desa Adat Kaya, selatan: Desa Adat Cempaga, Timur: Desa Adat Kubu, Barat: desa Adat Cekeng.(monografi desa penglipuran 2013).

  Sumber : Kusuma 2012
Gambar 1  : Pola Pemukiman Desa adat Penglipuran

Desa adat penglipuran terletak 500–600m di atas permukaan laut, Suhu rata-rata 18oC– 32oC, dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya antara 2.000–2500mm per tahun, sehingga daerah ini termasuk dalam katagori wilayah sejuk dan meliliki cadangan air dalam jumlah cukup besar (monografi desa penglipuran, 2013).
Pemerintah kabupaten Bangle memberikan hak khusus kepada masyarakat adat yang ada di desa Penglipuran untuk mengelolah pemerintahan adat yang ada di desanya sehingga
Terbentuknya suatu tatanan lingkungan yang harmonis merupakan bentukan dari arsitektur nusantara yang telah menjamah wilayah Indonesia dalam hal ini fisik dalam wujud bangunan nusantara bergantung pada bahan bangunan yang mengadopsi iklim tropis dan budaya yang menjadi sebagai kekuatan (Nugroho. 2013).
Berdasarkan hasil observasi di pemukiman adat penglipuran desa adat Penglipuran kecamatan kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman tradisional terpadu dan mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih tetap terjaga sampai saat ini. Desa adat Penglipuran ini merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya, sehingga masuk dalam arsitektur nusantara dan keberlanjutannya. setiap pekaragan bangunan mempunyai keteraturan sendiri yang berbeda dengan desa- desa yang lain walaupu sudah perubahan pada beberapa bangunan intinya tetapi setiap bangunan masih menonjolkan arsitektur tradisionalnya

2.       Teknologi Bambu Sebagai Bahan Material Pemukiman Desa Adat Penglipuran
Bambu yang ada di Indonesia banyak ditemukan di daerah pegunungan yang berada di perdesaan maupun di kawasan hutan baik pada dataran rendah maupun pegunungan. Bambu juga dapat tumbu pada semua jenis tanah terkecuali pada daerah dekat pantai. Bambu, sendiri pertumbuhannya lambat dan batangnya kecil (Sastrapraja, et.al, 1977).
Daerah perdesaan merupakan daerah tumbuhnya bambu karena kelenturannya dan tanggap terhadap alam serta bersifat ringgan bambu dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun kontstruksinya (Artiningsi. 2012). Tampak bahwa arsitektur tradisional lebih mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar yang kemudian diolah berdasarkan kemampuan dasar dan dalam proses yang cenderung lama sampai akhirnya mendapatkan desain yang benar-benar diinginkan. Sifat yang ditimbulkan dari arsitektur ini akhirnya membentuk arsitektur yang bersifat lokal dengan karakternya masing-masing.
Karakter dari masyarakat adat di Penglipuran dapat dilihat dari sikap menjaga hutan bambu Penglipuran yang akhirnya menjadi satu bagian sikap warga dalam menjaga kekhasan Penglipuran sebagai salah satu desa Bali Aga atau Bali tua di Bali. Kondisi ini sinergis dengan semangat memelihara keaslian sekaligus keunikan desa yang juga sebagai desa wisata.

 Sumber  : Monografi Desa adat penglipuran 2013
Gambar  2 : Hutan Bambu desa adat penglipura

Karakter bangunanan pemukimanan adat yang memperlihatkan kesenergisan masyarakat dengan alam dapat dilihat pola bangunan yang disucikan atau yang dianggap paling tinggi derajatnya. Tercantum dalam awik-awik desa setiap warga yang ada di desa perkaranganya harus memiliki antara lain:

a.        Pawon
Bangunan ini merupakan ruang dapur yang didalamnya terdapat lumbung padi, tempat dan peristirahatan. Secara fisik bangunan ini menggunaan material bambu yang tampak pada konstruksi dinding, atap, tempat tidur, bahkan peralatan makan juga terlihat dalam ruangan ini. Semuanya bercirikan masyarakat adat yang masih menggunakan .Paon mepunyai ukuran 4 x 3 meter persegi, tidak terdapat jendela dan hanya memiliki satu buah pintu.
    Gambar 3   : Paon
 
 b.       Sakenem
Bangunan ini merupakan tempat upacara dan ada pada setiap unit pemukiman, sakenep ini merupakan tempat upacara adat yang hanya di khususkan untuk keluarga yang tinggal di dalamnya. Bangunan ini tidak memiliki dinding, Berdasarkan hasil observasi bahwa tempat ini juga digunakan sebagai tempat untuk upaca Ngaben dan upacara perkawinan,


   Gambar 4 : Sakenem Desa adat penglipuran
 
c.       Angkul-angkul
Angkul-angkul merupakan pintu masuk yang berupa gerbang, material bambunya terdapat pada bagian atap dan bagian dinding penyangga terbuat dari tanah liat dicampur dengan air kemudian dipadatkan tanpa menggunakan cetakan tetapi caranya diijak-injak sampai lembut  langsung dibuat gerbang, kemudian angkul-angkul ini juga terdapat pada setiap unit rumah di setiap rumah.



Gambar 5: Angkul- Angkul
d.Bale Banjar
bangunan Bale banjar ini merupakan bangunan yang dapat digunakan bersama oleh seluruh masyarakat adat di Penglipuran. Balai banjar ini konstruk bangunannya tidak memiliki dinding, hanya memiliki tiang penyangga, biasanya digunakan dalam prosesi upacara Ngaben masal dan pertemuan warga.
 
                                                                      Gambar 6 : Bale Banjar

3.     Aplikasi Bambu Pada Pemukiman Desa Adat Penglipuran
a.      Atap
Aplikasi bambu yang ada di desa adat penglipuran ditemukan di atap bangunan paon,sekenep, angkul-angkul dan bale banjar, tata cara penyusunan atap ditumpuh antara 4-5 lapisan antar lapisan di kaitkan antara lapisan atas di tumpuk
 

Gambar 7 : Atap






Gambar :  8 sketsa tata cara penyusunan atap sirap bambu

b.    Dinding
Dinding merupakan elemen yang pada bangunan berfungsi sebagai pembatas dan sebagian sebagai peyokong struktur selain itu juga sebagai pemisah antara ruang terbuka maupun ruang dalam. Dinding yang ada di pemukiman adat penglipuran dapat ditemukan di paon dan sekenem. Berbahan bambu yang dianyam dengan anyaman sederhana.



 
Gambar 9  : Dinding bambu
KESIMPULAN

Bambu merupakan tanaman yang mempunyai berbagai macam fungsi salah satunya adalah sebagai alternatif bahan bangunan. Lahan bambu yang ada di desa penglipuran sebesar 45 ha dari 112 ha total lahan desa sisanya adalah hutan dan pemukiman.
Desa adat penglipuran merupakan salah satu desa Bali aga atau desa Bali tua. Karakteristik dari desa ini yaitu dalam menjaga hutan bambu. Hutan bambu yang ada di Penglipuran digunakan sebagai bahan bangunan yang  pada Paon, sekenem, angkul-angkul dan bale banjar penggunaan bahan bambu yang menonjol ada pada atap yang ditumpuhkan secara berlapis dan dikaitkan antara lapisan yang satu dengan yang lainnya atas dan bawah, sedangkan pada bahan dinding terpasang dari anyaman bamboo yang terdapat pada bangunan Paon dan sekenem.


DAFTAR PUSTAKA
Artiningsih Ni Komang Ayu, 2012. Pemanfaatan Bambu Pada Konstruksi Bangunan berdampak positip bagi lingkungan. Ejournal Undip.Ac.Id.
Krisdianto, G. Sumarni, dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Laksmitasari, Rita.
Nugroho, Agung Murti, 2013, Arsitektur Nusantara Kontemporer Di- Ujung Pandang-An Sains Lingkungan Binaan.
Kusuma I Putu Agus Wira, 2012 Karakteristik Ruang Tradisional Pada Desa Adat Penglipuran, Bali Characteristic Of Traditional Space In The Traditional Village Of Penglipuran, Bali. Jurnal Pemukiman Vol 7 No 1 1-60. Bandung
Purnawan Ida Bagus. 2011. Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Di Desa Adat Penglipuran. Institut Seni Indonesia Dempasar.
Sastrapraja,S., E.A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.
_____________2013. Monografi Desa penglipuran
______________2009 Ikatan Ekologis Bambu Penglipuran.Kompas 8 November 2009.