Semesta Arsitektur Nusantara 2
Arsitektur Nusantara Berkelanjutan
Pemanfaatan
Teknologi Bambu Di Pemukiman Desa Adat
Penglipuran
Bali
Hartati
Kapita1 & Yohanes Wilhemus Kapilawi2
1&2Mahasiswa
Magister Pascasarjana Arsitektur Lingkungan binaan,Universitas Brawijaya
Malang
Email
|
Abstrak.
Sumber daya bambu di Indonesia cukup petensial. di desa adat
penglipuran kecamatan kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman
tradisional terpadu dan mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih
tetap terjaga sampai saat ini. Konsep pemukiman adat penglipuran tidak memiliki
perbedaan status sosial dan mereka adalah satu dalam kebersamaan. Hal ini dapat
terlihat dari rumah Penglipuran yang rata-rata menggunakan bambu sebagai
material bangunannya.penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan study literature. Pemanfaatan
teknologi rumah bambu ini memberikan dampak yang sangat positif terhadap
pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian budaya oleh masyarakat adat
setempat. Bambu sebagai bahan dasar atau material yang dapat memberikan
alternatif untuk membangun rumah masyarakat adat di Penglipuran ini juga mengkombinasi antara bambu bulat dan anyaman sehingga nilai
estetikapun terlihat menyatu dengan alam,penggunaan bahan bambu ini dilihat
dari paon,sekenem,angkul- angkul dan balai banjar. menunjukkan keseimbangan
alam dan mampu menarik para wisatawan dari berbagai Negara.
Kata
Kunci : Pemukiman, Bambu, Material Bangunan, Pelestarian
PENDAHULUAN
Sumber daya bambu di indonesia cukup potensial
da yang cukup melimpah perlu
ditingkatkan pemanfaatannya agar dapat memberi sumbangan terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional. Pemanfaatan bambu di Indonesia saat ini pada umumnya untuk
mebel, barang kerajinan, supit dan konstruksi ringan. Bambu yang digunakan
untuk mebel biasanya berbentuk bulat atau kombinasi antara bambu bulat dan
anyaman.
Bambu
merupakan tanaman yang mudah ditemukan di wilayah Indonesia. Pertumbuhan
tanaman bambu di Indonesia dapat tumbuh pada dataran rendah sampai pada pada
wilayah pegunungan dan pada umumnya berada di tempat-tempat daerah terbuka
tanah kering (Krisdianto, et al.,
2000).
Sutiyono dalam Artiningsi (2012) Indonesia
memiliki kurang lebih 75 jenis bambu tetapi hanya sekitar 10 jenis saja yang
mempuyai nilai atau manfaat ekonomis . Beberapa jenis bambu yang umum di
gunakan di indonesia untuk konstruksi dan bahan bangunan adalah bambu
wulung,bambu legi,bambu petung,bambu ampel
Bambu yang ada di desa penglipuran
sebanyak 45 ha terdiri dari bermacam- macam jaenis bambu yang ada di desa
penglipuran seperti bambu petung, jajang, dan bambu tali yang di manfaatkan
sebagai bahan bangunan. Untuk mengatur pengelolaan bambu ditelah dia atur dalam
awig- awig bahwa siapa saja yang akan menebang bambu harus ada ijin dari kelian
adat
Warga
adat di desa penglipuran menjadikan bambu sebagai penghasilan warga dengan cara
menjual bambu dan di anyam menjadi bahan kerajianan. Apabila ada upacara
keagamaan seperti galungan dan lain-lain warga di luar penglipuran masih
mendatangkan bambu dari daerah lain sedangkan warga yang ada di desa
penglipuran sudah tersedia. (Kompas, 2009). Pertumbuhan teknologi saat ini
telah menuntut hampir semua orang untuk hidup serba instan sehingga pola pikir
orang pun juga serba instan dalam hal ini dapat lihat pada teknologi material
dan bahan bangunan maupun konstruksi yang dipakai saat ini, salah satu
teknologi yang sering di abaikan orang adalah teknologi bambu.
Bambu
tetap bisa di manfaatkan oleh masyarakat penglipuran sebagai alternatif bahan
bangunan yang berkelanjutan maka perlu jaga kelestariannya, karena bambu
merupakan suatu tanaman yang mempunyai banyak fungsi salah satunya adalah
sebagai bahan material bangunan karena kelenturannya dan mudah dimanfaatkan.
Kasuma 2012 membagi
karakteristik ruang tradisional desa adat penglipuran menjadi 3 ruang yaitu
a.
Ruang utama merupakan ruang yang paling di
sucikan terletak di bagian utara pada dataran tinggi dan di peruntukan sebagai
fasilitas peribadatan yaitu pura serta kawasan konserfasi hutan bambu
b. Ruang madya
tingkat kecuciannya sedang dan terletak di tengah, kategori dari ruangan ini
terbagi dua yaitu sebgai madya pekarangan dengan peruntukan lahan perumahan,
peribadatan, fasilitas umum dan social sebagai ruang pemukiman. Ruang madya
tegalan di peruntukan sebagai kebun yang berfungi sebagai aktifitas
perekonomian warga
c.
Ruang nista sebagai ruang yang memiliki tingkat
kecusiannya paling rendah terletak di bagian selatan bawah desa ruag nista di bagi menjadi yaitu
Ruang nista sacral dengan penggunaan lahan pura dan kuburan mempunyai fungsi
sebagai kawasan penghubung manusia dengan alam tidak suci. Sedangkan ruang
nista sacral peruntukan lahan sebagai kebun dan tegalan berfungsi sebagai
aktifitas pereknomian warga
METODE PENELITIAN
Peneletian ini menggunakan motede
deskriptif kualitatif, di mana di lakukan observasi lapangan,wawancaran, dan
studi literature. Digunakan metode tersebut bertujuan untuk memperoleh data
pemanfaatan material dan aplikasi bambu pada berbagai jenis bangunan yang ada
di desa adat penglipuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Karakteristik Dan Gambaran Umum Desa Adat Penglipuran
Penduduk
penglipuran awalnya berasal dari desa Buyung gede. Arti kata dari penglipuran
adalah kata adalah pertama “Pengeliang dan kata Pura”. Kedua “kata Pelipur dan
Lara “ adalah tempat untuk menghibur raja yang sedang bersedih ketika
menghadapi masalah. Ketiga “pangling dan pura” yang berarti orang yang datang
kedesa ini akan melewati empat buah pura
Letak desa
Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli. Desa panglipuran
berada pada ketinggian 500-625 m di atas permukaan laut. Permukaan tanah
relatif berkontur, jenis tanahnya merah kekuning- kuningan.
Luas Desa Tradisional Penglipuran 112 ha, terdiri dari
pekarangan 5,5 ha, hutan bambu 45 ha, hutan vegetasi lainnya 10 ha dan lahan
pertanian 21,5 dengan batas- batas wilayah sebagai berikut. Utara: Desa
Adat Kaya, selatan: Desa Adat Cempaga, Timur: Desa Adat Kubu, Barat: desa Adat
Cekeng.(monografi desa penglipuran 2013).
Sumber : Kusuma 2012
Gambar 1 : Pola Pemukiman Desa adat Penglipuran
Desa
adat penglipuran terletak 500–600m di atas permukaan laut, Suhu rata-rata 18oC–
32oC, dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya antara
2.000–2500mm per tahun, sehingga daerah ini termasuk dalam katagori wilayah
sejuk dan meliliki cadangan air dalam jumlah cukup besar (monografi desa penglipuran,
2013).
Pemerintah kabupaten Bangle memberikan
hak khusus kepada masyarakat adat yang ada di desa Penglipuran untuk mengelolah
pemerintahan adat yang ada di desanya sehingga
Terbentuknya
suatu tatanan lingkungan yang harmonis merupakan bentukan dari arsitektur
nusantara yang telah menjamah wilayah Indonesia dalam hal ini fisik dalam wujud
bangunan nusantara bergantung pada bahan bangunan yang mengadopsi iklim tropis
dan budaya yang menjadi sebagai kekuatan (Nugroho. 2013).
Berdasarkan
hasil observasi di pemukiman adat penglipuran desa adat Penglipuran kecamatan
kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman tradisional terpadu dan
mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih tetap terjaga sampai
saat ini. Desa adat Penglipuran ini
merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya,
sehingga masuk dalam arsitektur nusantara
dan keberlanjutannya. setiap pekaragan
bangunan mempunyai keteraturan sendiri yang berbeda dengan desa- desa yang lain
walaupu sudah perubahan pada beberapa bangunan intinya tetapi setiap bangunan
masih menonjolkan arsitektur tradisionalnya
2. Teknologi Bambu Sebagai Bahan Material Pemukiman Desa Adat
Penglipuran
Bambu yang ada di Indonesia banyak ditemukan di daerah
pegunungan yang berada di perdesaan maupun di kawasan hutan baik pada dataran
rendah maupun pegunungan. Bambu juga dapat tumbu pada semua jenis tanah terkecuali
pada daerah dekat pantai. Bambu, sendiri pertumbuhannya lambat dan batangnya
kecil (Sastrapraja, et.al, 1977).
Daerah
perdesaan merupakan daerah tumbuhnya bambu karena kelenturannya dan tanggap
terhadap alam serta bersifat ringgan bambu dimanfaatkan sebagai bahan bangunan
maupun kontstruksinya (Artiningsi. 2012). Tampak bahwa arsitektur tradisional
lebih mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar yang kemudian diolah
berdasarkan kemampuan dasar dan dalam proses yang cenderung lama sampai akhirnya
mendapatkan desain yang benar-benar diinginkan. Sifat yang ditimbulkan dari
arsitektur ini akhirnya membentuk arsitektur yang bersifat lokal dengan
karakternya masing-masing.
Karakter dari masyarakat adat di Penglipuran dapat dilihat
dari sikap menjaga hutan bambu Penglipuran yang akhirnya menjadi satu bagian
sikap warga dalam menjaga kekhasan Penglipuran sebagai salah satu desa Bali Aga
atau Bali tua di Bali. Kondisi ini sinergis dengan semangat memelihara keaslian
sekaligus keunikan desa yang juga sebagai desa wisata.
Sumber :
Monografi Desa adat penglipuran 2013
Gambar 2 :
Hutan Bambu desa adat penglipura
Karakter bangunanan pemukimanan adat yang memperlihatkan
kesenergisan masyarakat dengan alam dapat dilihat pola bangunan yang disucikan
atau yang dianggap paling tinggi derajatnya. Tercantum dalam awik-awik desa
setiap warga yang ada di desa perkaranganya harus memiliki antara lain:
a.
Pawon
Bangunan ini merupakan ruang dapur
yang didalamnya terdapat lumbung padi, tempat dan peristirahatan. Secara fisik
bangunan ini menggunaan material bambu yang tampak pada konstruksi dinding,
atap, tempat tidur, bahkan peralatan makan juga terlihat dalam ruangan ini.
Semuanya bercirikan masyarakat adat yang masih menggunakan .Paon mepunyai
ukuran 4 x 3 meter persegi, tidak terdapat jendela dan hanya memiliki satu buah
pintu.
Gambar 3 : Paon
b. Sakenem
Bangunan ini merupakan tempat
upacara dan ada pada setiap unit pemukiman, sakenep ini merupakan tempat
upacara adat yang hanya di khususkan untuk keluarga yang tinggal di dalamnya.
Bangunan ini tidak memiliki dinding, Berdasarkan hasil observasi bahwa tempat
ini juga digunakan sebagai tempat untuk upaca Ngaben dan upacara perkawinan,
Gambar 4 : Sakenem Desa adat
penglipuran
c. Angkul-angkul
Angkul-angkul merupakan pintu masuk yang berupa gerbang,
material bambunya terdapat pada bagian atap dan bagian dinding penyangga
terbuat dari tanah liat dicampur dengan air kemudian dipadatkan tanpa
menggunakan cetakan tetapi caranya diijak-injak sampai lembut langsung dibuat gerbang, kemudian
angkul-angkul ini juga terdapat pada setiap unit rumah di setiap rumah.
Gambar 5: Angkul- Angkul
d.Bale Banjar
bangunan
Bale banjar ini merupakan bangunan yang dapat digunakan bersama oleh seluruh
masyarakat adat di Penglipuran. Balai banjar ini konstruk bangunannya tidak
memiliki dinding, hanya memiliki tiang penyangga, biasanya digunakan dalam
prosesi upacara Ngaben masal dan pertemuan warga.
3. Aplikasi Bambu
Pada Pemukiman Desa Adat Penglipuran
a.
Atap
Aplikasi bambu yang ada di desa adat
penglipuran ditemukan di atap bangunan paon,sekenep, angkul-angkul dan bale
banjar, tata cara penyusunan atap ditumpuh antara 4-5 lapisan antar lapisan di
kaitkan antara lapisan atas di tumpuk
Gambar 7 : Atap
Gambar : 8 sketsa
tata cara penyusunan atap sirap bambu
b. Dinding
Dinding merupakan elemen yang pada bangunan
berfungsi sebagai pembatas dan sebagian sebagai peyokong struktur selain itu
juga sebagai pemisah antara ruang terbuka maupun ruang dalam. Dinding yang ada
di pemukiman adat penglipuran dapat ditemukan di paon dan sekenem. Berbahan
bambu yang dianyam dengan anyaman sederhana.
Gambar 9 : Dinding bambu
KESIMPULAN
Bambu
merupakan tanaman yang mempunyai berbagai macam fungsi salah satunya adalah
sebagai alternatif bahan bangunan. Lahan bambu yang ada di desa penglipuran
sebesar 45 ha dari 112 ha total lahan desa sisanya adalah hutan dan pemukiman.
Desa adat penglipuran merupakan salah satu desa Bali aga
atau desa Bali tua. Karakteristik dari desa ini yaitu dalam menjaga hutan
bambu. Hutan bambu yang ada di Penglipuran digunakan sebagai bahan bangunan
yang pada Paon, sekenem, angkul-angkul
dan bale banjar penggunaan bahan bambu yang menonjol ada pada atap yang ditumpuhkan
secara berlapis dan dikaitkan antara lapisan yang satu dengan yang lainnya atas
dan bawah, sedangkan pada bahan dinding terpasang dari anyaman bamboo yang
terdapat pada bangunan Paon dan sekenem.
DAFTAR PUSTAKA
Artiningsih
Ni Komang Ayu, 2012. Pemanfaatan Bambu
Pada Konstruksi Bangunan berdampak positip bagi lingkungan. Ejournal
Undip.Ac.Id.
Krisdianto,
G. Sumarni, dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu.
Departemen Kehutanan, Jakarta.
Laksmitasari,
Rita.
Nugroho, Agung Murti, 2013, Arsitektur
Nusantara Kontemporer Di- Ujung Pandang-An Sains Lingkungan Binaan.
Kusuma
I Putu Agus Wira, 2012 Karakteristik
Ruang Tradisional Pada Desa Adat Penglipuran, Bali Characteristic Of
Traditional Space In The Traditional Village Of Penglipuran, Bali. Jurnal
Pemukiman Vol 7 No 1 1-60. Bandung
Purnawan
Ida Bagus. 2011. Kajian Fungsi, Bentuk
Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Di Desa Adat Penglipuran.
Institut Seni Indonesia Dempasar.
Sastrapraja,S.,
E.A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo dan S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Bogor.
_____________2013.
Monografi Desa penglipuran
______________2009 Ikatan Ekologis Bambu Penglipuran.Kompas
8 November 2009.